Sabtu, 18 Januari 2014

TARIAN BUMI KARYA OKA RUSMINI



Judul               : Tarian Bumi
Penulis             : Oka Rusmini
Penerbit           : PT Gramedia Pustaka Utama

Cetakan           : Cetakan pertama: Juli 2007
                          Cetakan kedua: Juni 2013
Tebal               : 182 hlm        

           Dalam novel “Tarian Bumi” menggunakan sistem perkastaan. Setiap daerah memiliki sistem perkastaan yang berbeda-beda, sering juga namanya sama hanya maknanya yang berbeda. Di novel ini menggunakan sistem perkastaan masyarakat Bali. Sistem perkastaan ini sudah tertanam dalam sanubari dari diri mereka yang paling dasar sejak kecil. Tidak dibahas membenarkan ataupun menyalahgunakan sistem perkastaan hanya bagaimana ini berdampak tergantung kepada individu.
           Tarian bumi merupakan novel yang berlatarkan kebudayaan Bali yang dikisahkan oleh tokoh seorang wanita. Banyak tokoh wanita yang ada di novel ini seperti Telaga, Jero Kenanga, Luh Sadri, Ida Ayu Sagra Pidada, Luh Kramben dan masih banyak yang lainnya. Pembagian sistem kasta tersebut bersumber pada agama Hindhu, seperti brahmana, ksatriya, waisya, dan sudra. Telaga merupakan tokoh keturunan kebangsawanan, yaitu ayahnya yang merupakan golongan kasta brahmana dan ibunya keturunan dari kasta sudra. Sejak kecil telaga sangat membenci ayahnya, karna sosok ayahnya hanya membanggakan kebangsawanannya dan kelelakiannya.
           Akibat status sosialnya, Telaga mengalami jalan terjal percintaannya. Telaga mencintai seorang lelaki dari kasta sudra yaitu Wayan Sasmitha. Karena terhalang oleh adat istiadat kaum brahmana, wanita brahmana tidak boleh menikah dengan lelaki sudra. Namun telaga teta melawan arus, “kenapa lelaki brahmana boleh menikahi kaum sudra ? bukankah itu aib bagi perempuan brahmana bila bersuami sudra ?” itulah kalimat yang dilontarkan oleh Telaga.


                           LATAR    :
Latar tempat yang ada di novel “Tarian Bumi” terjadi di daerah Bali. Dapat dilihat beberapa tokoh menyebutkan tempat dibali, sistem perkastaan yang ada di bali dan bahas-bahasa yang digunakan saat berdialog. Yang dibuktikan dalam kutipan tersebut : “sudah tugeg siapkan baju untuk melihat upacar perkawinan di griya sanut ? coba meme liat, harus serasi.....” (hlm 136)
Tugeg yang berarti singkatan untuk ratu jegeg yang merupakan sebutan untuk gadis yang keturunan kasta Brahmna. Sedangkan griya sebutan untuk tempat tinggal kaum Bali untuk kasta Brahmana.

Dan akhirnya Telaga memutuskan untuk menikah dengan Wayan Ssmitha dan hodup dirumah suaminya yang miskin. Telaga biasa hidup dengan harta yang mewah dan perhoasaan, namun kini ia hidu dengan kesederhanaan dan harus menyesuaikan diri dengan kaum sudra yang hidupnya identik dengan kemiskinan.
Tarian Bumi juga menceritakan struktur sosial masyarakat bali yang hidup dengan sistem pengkastaan dan terkadang menimbulkan masalah sosial. Konflik yang terjadi di novel “Tarian Bumi” ialah masalah perbedaan latar belakang tokoh yang menimbulkan perbenturan kelompok sosial berdasrkan pembagian kasta masyarakat Bali. Perbenturan itu disebabkan oleh adanya peraturan yang mengikat warga Bali dalam memperlakukan seseorang sesuai dengan kedudukan dalam masyarakat. Perbedaan ini berkaitan dengan pergaulan, bahasa, pernikahan, gelar sosial dan lain sebagainya. Dalam masyarakat Bali kasta tertinggi ialah kasta Brahmana, kasta Brahmana adalah kasta yang dihargai dan dihormati oleh semua masyarakat.
Setalah Telaga menikah dengan Wayan Samitha, kastanya berubah mengikuti suaminya menjadi kasta sudra. Karena sesorang yang sudah menikah harus menuruti keluarga suaminya. Maka Telaga harus mengikuti upacar Patiwangi agar diterima menjadi perempuan sudra. Pati yang berarti mati dan wangi yang berarti harum. Telaga tidak boleh memkai nama Ida Ayu lagi, karena Telaga sekarang menjadi perempuan sudra, jika masih dipakai nama Ida Ayu maka akan membawa kesialan bagi orang lain


                  KESIMPULAN      :
Pada novel “Tarian Bumi” yang merupakan cerminan dari situasi budaya di mana pengarang berada. Ia melukiskan ketimpangan jender atau keturunan melalui tokoh utama, yaitu Telaga. Di novel ini juga dibuktikan bahwa perempuan juga memiliki mimpi yang sama dari kaum lelaki segai makhluk tuhan. Disini tidak ada perbedaan antara kaum lelaki dengan kaum perempuan.
Persoalan di novel ini yaitu sistem sosial dan kebudayaan dengan adanya sistem perkastaan. Seseorang lelaki berkasta brahmana boleh menikahi seorang perempuan berkasta sudra, namun sebaliknya mengapa perempuan brahmana tidak boleh menikahi seorang lelaki  dari kaum sudra, dinovel ini juga dibahas permasalahan perbedaan jender dan kasta. Pada akhirnya harus membuka mata terhadap perbedaan jender atau keterunan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar